JAKARTA – Pasangan Fauzi Bowo – Nachrowi Ramli (Foke-Nara) mulai aktif meluncurkan peluru ke pesaingnya dalam lanjutan tahapan pilkada DKI. Melalui tim advokasi yang dimiliki, pasangan nomor urut satu itu menuding ada praktek politik uang yang telah dilakukan secara massif oleh pendukung pasangan Jokowi – Ahok pada putaran pertama lalu.
Sekretaris Tim Advokasi Foke-Nara Dasril Affandi mengungkapkan, bahwa praktik money politik yang dilakukan telah terjadi di sejumlah wilayah. Dari sisi waktu, pembagian uang juga bukan hanya dilakukan pada masa kampanye, melainkan juga saat hari pencoblosan. ”Jumlahnya bervariasi, dari Rp 50 ribu hingga Rp 500 ribu,” kata Dasril, di Media Center Foke-Nara, Jl. Diponegoro 61 A, Jakarta Pusat, kemarin (14/7).
Dia membeber, lokasi praktik money politik itu diantaranya ditemukan di wilayah Kelurahan Tanjung Priuk, Cilincing, Cijantung, Manggarai Selatan, Cipinang, Cawang, Pengangsaan dan Kramat Jati. ”Mereka mengiming-ngimingi para pemilih dengan uang untuk datang ke TPS dan memilih pasangan tertentu,” tandasnya.
Atas temuan tersebut, Dasril menyatakan, kalau pihaknya sudah melakukan langkah sesuai ketentuan yang ada, yaitu dengan melaporkan ke Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu). Tepatnya, pada 13 Juli 2012, lalu.
”Intinya, ada motif yang terstruktur dan massif untuk memilih pasangan tertentu dengan menjanjikan sejumlah uang. Karenanya, kami berharap panwaslu segera menindaklanjuti,” tegasnya, kembali.
Di tempat yang sama, anggota Tim Sukses Foke-Nara Yan Alisi Inrai menceritakan temuannya terkait politik uang. Yaitu, money politik yang berlangsung di RW 07 Kelurahan Pegangsaan, Jakarta Pusat.
Menurut dia, pihaknya mendapati salah seorang anggota tim sukses Jokowi-Ahok bernama Arif diduga sedang membagi-bagikan uang kepada sejumlah masyarakat. Caranya, dengan menyelipkan uang sebesar Rp 50 ribu hingga 75 ribu ke dalam baju warga. ”Kami punya bukti berupa foto dan dua saksi praktik dia,” beber Yan.
Terpisah, dalam acara diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Nachrowi Ramli yang akrab disapa Nara menegaskan kalau pihaknya tetap santai dengan gugatan warga. Meski, perjuangannya untuk memperebutkan kursi DKI 1 bersama Fauzi Bowo bisa batal kalau gugatan dimenangkan Mahkamah Konstitusi (MK).
Maklum, ada suara sumbang yang menyebut kalau gugatan itu dilakukan oleh tim Jokowi – Ahok. ’’Silahkan, yang jelas tidak mudah membatalkan Undang-undang (UU),’’ ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, tiga warga DKI Jakarta menggugat UU No 29/2007 tentang Pemprov DKI. Alasannya, pilgub harusnya sudah selesai dengan kemenangan Jokowi yang merai 42 persen suara. Namun, terpaksa ada putaran II karena UU tersebut mengisyaratkan pemenang pilgub harus memiliki 50 persen suara.
Mereka menganggap kalau UU tersebut bertentangan dengan UU 12 tahun 2008. Nara menegaskan, saat ini pihaknya sedang fokus mendesain pola komunikasi baru. Diharapkan, cara itu bisa mendongkrak popularitas dan suara saat putaran ke II nanti berlangsung.
Dia memastikan kalau putaran berikutnya bakal lebih seru. Sebab, tim sudah melakukan evaluasi menyeluruh dan menyesuaikan komunikasi politik dengan medan sesungguhnya. ’’Bisa lebih fokus, kalau dulu lawannya lima, sekarang cuma satu. Bukan tidak mungkin kami meniru cara kampanye Jokowi - Ahok,’’ tandasnya.
Meski demikian, Nara memastikan ada formula sendiri yang membuat pola komunikasi politik nanti berbeda. Ada kultur yang dia sebut berbeda dengan Jokowi – Ahok, termasuk popularitas Fauzi Bowo yang disebutnya tetap tinggi. Dia mengakui, masih banyak celah yang tidak dimanfaatkan dengan baik oleh timnya.
’’Sebelum pemilihan, ada tanda kalau kami sangat kuat. Itu yang menjadi sasaran kami untuk dimaksimalkan lagi,’’ tuturnya. Bagaimana kalau tetap tidak maksimal" Dia memilih menyerahkan kepada Tuhan. Baginya, berusaha semaksimal mungkin adalah kewajiban yang harus dituntaskan hingga KPU menyatakan siapa pemenang pilgub.
Ditempat yang sama, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengaku tidak ambil pusing dengan rencana Nara yang mencontek metode kampanyenya. Dia beralasan kalau timnya sudah memiliki cara lain untuk meningkatkan suara. Malah, dia sempat membocorkan strateginya kepada Nara.
’’Caranya tetap, saya dan Pak Jokowi akan jalan-jalan ke kampung dan gang untuk bertemu masyarakat,’’ terangnya. Disamping itu, strategi utama pihaknya bertujuan agar warga mau memilih sistem bukan janji kampanye. Selain itu, mereka ingin agar warga bisa tahu jejak rekam dirinya dan Jokowi.
Kalau kedua cara itu berhasil, dia yakin masyarakat akan sadar jika pihaknya rela berkorban untuk melayani masyarakat. Yang paling penting, Ahok juga mengklaim sudah memiliki peta politik daerah mana yang suaranya masih kecil. ’’Di TPS yang kami tidak unggul akan kami dicoba untuk menaikkan suara,’’ terangnya.
Bagaimana dengan koalisi" Dia membantah kalau saat ini pihaknya sedang melobi beberapa partai. Tidak ada lobi-lobi khusus karena Ahok punya keyakinan tersendiri terhadap cagub yang kalah. Baginya, siapa saja yang ingin mewujudkan Jakarta baru pasti memilih dirinya ketimbang Foke-Nara.
Termasuk pertemuan Jokowi dengan Hidayat Nur Wahid dihari pencoblosan. Menurutnya, itu bukan lobi dan sekedar silaturrahmi biasa untuk mengisi waktu kosong. Bantahan serupa juga disampaikan saat disinggung tentang tiga warga yang melakukan gugatan di MK. ’’Bukan tim kami yang menggugat,’’ tegasnya.
Kalaupun ada suara sumbang yang menyebut timnya melakukan gugatan, Ahok legowo. Dia mengaku sudah biasa menerima black campaign dan itu justru menjadi salah satu kekuatan timnya. Diyakini kalau serangan negative itu justru menjadi bumerang bagi pihak-pihak yang berniat jahat kepada dirinya dan Jokowi.
Khusus untuk tudingan money politic, Ahok menantang balik tim Foke-Nara untuk melaporkan hal itu ke Panwaslu. Dia yakin pihaknya tidak melakukan cara kotor karena memang tidak ada anggaran untuk itu. ’’Akan jadi bumerang bagi mereka yang melempar isu itu, justru kami tambah populer,’’ urainya. (dyn/dim)
Sekretaris Tim Advokasi Foke-Nara Dasril Affandi mengungkapkan, bahwa praktik money politik yang dilakukan telah terjadi di sejumlah wilayah. Dari sisi waktu, pembagian uang juga bukan hanya dilakukan pada masa kampanye, melainkan juga saat hari pencoblosan. ”Jumlahnya bervariasi, dari Rp 50 ribu hingga Rp 500 ribu,” kata Dasril, di Media Center Foke-Nara, Jl. Diponegoro 61 A, Jakarta Pusat, kemarin (14/7).
Dia membeber, lokasi praktik money politik itu diantaranya ditemukan di wilayah Kelurahan Tanjung Priuk, Cilincing, Cijantung, Manggarai Selatan, Cipinang, Cawang, Pengangsaan dan Kramat Jati. ”Mereka mengiming-ngimingi para pemilih dengan uang untuk datang ke TPS dan memilih pasangan tertentu,” tandasnya.
Atas temuan tersebut, Dasril menyatakan, kalau pihaknya sudah melakukan langkah sesuai ketentuan yang ada, yaitu dengan melaporkan ke Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu). Tepatnya, pada 13 Juli 2012, lalu.
”Intinya, ada motif yang terstruktur dan massif untuk memilih pasangan tertentu dengan menjanjikan sejumlah uang. Karenanya, kami berharap panwaslu segera menindaklanjuti,” tegasnya, kembali.
Di tempat yang sama, anggota Tim Sukses Foke-Nara Yan Alisi Inrai menceritakan temuannya terkait politik uang. Yaitu, money politik yang berlangsung di RW 07 Kelurahan Pegangsaan, Jakarta Pusat.
Menurut dia, pihaknya mendapati salah seorang anggota tim sukses Jokowi-Ahok bernama Arif diduga sedang membagi-bagikan uang kepada sejumlah masyarakat. Caranya, dengan menyelipkan uang sebesar Rp 50 ribu hingga 75 ribu ke dalam baju warga. ”Kami punya bukti berupa foto dan dua saksi praktik dia,” beber Yan.
Terpisah, dalam acara diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Nachrowi Ramli yang akrab disapa Nara menegaskan kalau pihaknya tetap santai dengan gugatan warga. Meski, perjuangannya untuk memperebutkan kursi DKI 1 bersama Fauzi Bowo bisa batal kalau gugatan dimenangkan Mahkamah Konstitusi (MK).
Maklum, ada suara sumbang yang menyebut kalau gugatan itu dilakukan oleh tim Jokowi – Ahok. ’’Silahkan, yang jelas tidak mudah membatalkan Undang-undang (UU),’’ ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, tiga warga DKI Jakarta menggugat UU No 29/2007 tentang Pemprov DKI. Alasannya, pilgub harusnya sudah selesai dengan kemenangan Jokowi yang merai 42 persen suara. Namun, terpaksa ada putaran II karena UU tersebut mengisyaratkan pemenang pilgub harus memiliki 50 persen suara.
Mereka menganggap kalau UU tersebut bertentangan dengan UU 12 tahun 2008. Nara menegaskan, saat ini pihaknya sedang fokus mendesain pola komunikasi baru. Diharapkan, cara itu bisa mendongkrak popularitas dan suara saat putaran ke II nanti berlangsung.
Dia memastikan kalau putaran berikutnya bakal lebih seru. Sebab, tim sudah melakukan evaluasi menyeluruh dan menyesuaikan komunikasi politik dengan medan sesungguhnya. ’’Bisa lebih fokus, kalau dulu lawannya lima, sekarang cuma satu. Bukan tidak mungkin kami meniru cara kampanye Jokowi - Ahok,’’ tandasnya.
Meski demikian, Nara memastikan ada formula sendiri yang membuat pola komunikasi politik nanti berbeda. Ada kultur yang dia sebut berbeda dengan Jokowi – Ahok, termasuk popularitas Fauzi Bowo yang disebutnya tetap tinggi. Dia mengakui, masih banyak celah yang tidak dimanfaatkan dengan baik oleh timnya.
’’Sebelum pemilihan, ada tanda kalau kami sangat kuat. Itu yang menjadi sasaran kami untuk dimaksimalkan lagi,’’ tuturnya. Bagaimana kalau tetap tidak maksimal" Dia memilih menyerahkan kepada Tuhan. Baginya, berusaha semaksimal mungkin adalah kewajiban yang harus dituntaskan hingga KPU menyatakan siapa pemenang pilgub.
Ditempat yang sama, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengaku tidak ambil pusing dengan rencana Nara yang mencontek metode kampanyenya. Dia beralasan kalau timnya sudah memiliki cara lain untuk meningkatkan suara. Malah, dia sempat membocorkan strateginya kepada Nara.
’’Caranya tetap, saya dan Pak Jokowi akan jalan-jalan ke kampung dan gang untuk bertemu masyarakat,’’ terangnya. Disamping itu, strategi utama pihaknya bertujuan agar warga mau memilih sistem bukan janji kampanye. Selain itu, mereka ingin agar warga bisa tahu jejak rekam dirinya dan Jokowi.
Kalau kedua cara itu berhasil, dia yakin masyarakat akan sadar jika pihaknya rela berkorban untuk melayani masyarakat. Yang paling penting, Ahok juga mengklaim sudah memiliki peta politik daerah mana yang suaranya masih kecil. ’’Di TPS yang kami tidak unggul akan kami dicoba untuk menaikkan suara,’’ terangnya.
Bagaimana dengan koalisi" Dia membantah kalau saat ini pihaknya sedang melobi beberapa partai. Tidak ada lobi-lobi khusus karena Ahok punya keyakinan tersendiri terhadap cagub yang kalah. Baginya, siapa saja yang ingin mewujudkan Jakarta baru pasti memilih dirinya ketimbang Foke-Nara.
Termasuk pertemuan Jokowi dengan Hidayat Nur Wahid dihari pencoblosan. Menurutnya, itu bukan lobi dan sekedar silaturrahmi biasa untuk mengisi waktu kosong. Bantahan serupa juga disampaikan saat disinggung tentang tiga warga yang melakukan gugatan di MK. ’’Bukan tim kami yang menggugat,’’ tegasnya.
Kalaupun ada suara sumbang yang menyebut timnya melakukan gugatan, Ahok legowo. Dia mengaku sudah biasa menerima black campaign dan itu justru menjadi salah satu kekuatan timnya. Diyakini kalau serangan negative itu justru menjadi bumerang bagi pihak-pihak yang berniat jahat kepada dirinya dan Jokowi.
Khusus untuk tudingan money politic, Ahok menantang balik tim Foke-Nara untuk melaporkan hal itu ke Panwaslu. Dia yakin pihaknya tidak melakukan cara kotor karena memang tidak ada anggaran untuk itu. ’’Akan jadi bumerang bagi mereka yang melempar isu itu, justru kami tambah populer,’’ urainya. (dyn/dim)
Artikel Terkait
0 komentar:
Posting Komentar