Tampilkan postingan dengan label Biografi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Biografi. Tampilkan semua postingan

Biografi Imam Bukhari Perawi Hadis


Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn al-Muqirah ibn Bardizbah al-Jufi al-Bukhari. Lahir di Bukhara pada tanggal 13 Syawal 194 H dan wafat tanggal 30 Ramadhan 256 H. Beliau mendapat gelar tertinggi bagi ahli hadis yaitu sebagai Amir al-Mu’minin fi al-Hadis karena ketekunan dan kecerdasannya dalam bidang ilmu hadis sehingga ia disepakati sebagai pengarang kitab hadis yang paling sahih. Ayahnya yang bernama Isma’il terkenal sebagai seorang ulama yang saleh.

Imam Bukhari sejak kecil telah menunjukkan bakatnya yang cemerlang dan luar biasa. Dia mempunyai ketajaman ingatan dan hafalan yang melebihi orang lain. Ketika berusia sepuluh tahun, Imam Bukhari selalu datang dan mempelajari ilmu hadis kepada ad-Dakhili, salah seorang ulama yang ahli dalam bidang tersebut. Setahun kemudian dia mulai menghafal hadis Nabi SAW, dan sudah mulai berani pula mengoreksi kesalahan dari guru yang keliru menyebutkan periwayatan hadis. Dalam usia 16 tahun, dia telah menghafal hadis-hadis yang terdapat di dalam kitab karangan Ibnu Mubarak dan karangan Waki’ al-Jarrah.

Guru-gurunya dalam bidang hadis lebih seribu orang, Imam Bukhari sendiri pernah mengatakan bahwa kitab al-Jami’ as-Sahih, atau yang terkenal dengan nama Sahih al-Bukhari, disusunnya sebagai hasil dari menemui 1.080 orang guru ahli (sarjana) dalam bidang ilmu hadis. Guru-guru tersebut, kata Ibnu Hajar al-Asqalani, dapat dibagi menjadi lima tingkatan, mulai dari tabiin sampai kepada para mahasiswa yang sama-sama belajar dengan Imam Bukhari sendiri. Setiap guru tersebut diberinya penilaian yang jujur dan tanpa pilih kasih untuk menetapkan dapat diterima atau tidaknya hadis-hadis yang mereka riwayatkan.

Untuk mendapat keterangan yang lengkap tentang suatu hadis, baik mengenai hadis itu sendiri maupun mengenai orang yang meriwayatkannya, Bukhari melawat ke daerah Syam (Suriah), Mesir, dan Aljazair masing-masing dua kali, ke Basra empat kali, menetap di Hedzjaz (Mekah dan Madinah) selama enam tahun, dan berulang kali ke Kufah dan Bagh­dad. Dari pertemuannya dengan para ahli hadis tersebut, dia berhasil memperoleh hadis sebanyak 600.000 buah, 300.000 buah di antaranya dihafalnya. Hadis-hadis yang dihafalnya itu terdiri atas 200.000 hadis yang tidak sahih, dan 100.000 hadis yang sahih.

Di samping terkenal sebagai penghafal hadis, Imam Bukhari juga terkenal sebagai pengarang yang produktif. Di antara karangan-karangan Imam Bukhari yang terkenal adalah al-Jami’ as-Sahih, at-Tarikh as-Sagir, at-Tarikh al-Ausat, at-Tarikh al-Kabir, Tafsir al-Musnad al-Kabir, Kitab al-’Ilal, Kitab al-du’afa’,Asami as-Sahabah, dan Kitab al-Kuna. Semuanya mengenai hadis. Kitab al-Jami’ as-Sahih atau Sahih al-Bukhari merupakan karangannya yang terpenting dan terbesar dalam bidang hadis.

Sesuai dengan namanya, kitab al-Jami’ as-Sahih adalah kitab yang khusus memuat hadis-hadis sa­hih. Dari 100.000 hadis yang diakuinya sahih, hanya sebanyak 7.275 buah hadis yang dimuatnya dalam kitab tersebut. Jumlah inilah yang betul-betul diyakininya sebagai hadis-hadis sahih, dan diakui pula oleh sebagian besar ahli hadis kenamaan.

Ketelitiannya yang begitu tinggi dalam periwayatan hadis tersebut menyebabkan para ulama ha­dis belakangan menempatkan kitab Sahih al-Bu­khari pada peringkat pertama dalam urutan kitab-kitab hadis yang muktabar. Setelah itu, barulah muncul kitab Sahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan at-Tirmizi, Sunan an-Nasd’i, dan Sunan Ibn Mdjah. Kitab Sahih al-Bukhari beserta kelima kitab hadis lainnya itu disebut “al-Kutub as-Sittah”.

Kitab Sahih al-Bukhari tersebut telah pula diberi syarah (komentar) oleh beberapa orang ulama ha­dis berikutnya. Kitab-kitab yang memuat syarah itu berjumlah 82 judul. Di antaranya, ada beberapa kitab yang terkenal. Misalnya, kitab Fath al-Bari karangan Ibnu Hajar al-Asqalani yang terdiri atas tiga belas jilid besar.

Biografi Muhammad bin Amr bin Atha (Perawi Hadis)

Nama lengkapnya adalah Muhammad bin ‘Amr bin Atha’ bin Abbas bin al-Qamah bin Abdullah bin Abi Qais bin abdud bin Nasr bin Malik bin Hasl bin amir bin Lu’ae al-Amiry abu Abdullah al-Qurasy al-Madany. Dan suatu pendapat mengatakan bahwa muhammad bin ‘Amr bin Atha’ tersebut merupakan budak dari yang telah disebutkan di atas. Muhammad bin ‘Amr bin Atha’ telah meriwayatkan hadis dari as-Sa’idy dalam sepuluh orang sahabat dan diantara mereka adalah abu Qatadah, dan dari ibnu Abbas, ibnu Zubair, abu Hurairah, Rabi’ah bin Ka’ab al-Aslamy, Zainab binti Salamah bin abdul asad dan malik bin Aus bin al-Hudatsan dan Sa’id bin al-Musabbab dan Abdullah bin Syadad dan Atha’ bin Yasar dan Zakwan abi ‘Amr (pembantu ‘Aisyah) dan as-Saib bin Khubbab dan Abbas bin Sahl bin Sa’ad dan selain mereka.
Adapun yang meriwayatkan hadis dari beliau, diantara mereka adalah Abu Zanad, Wahhab bin Khaisan, Musa bin Uqbah, Yasir bin Abu Hubaib, Yazid bin al-Had, ibnu Ujlan, ibnu ishaq, Walid bin Katsir, Abdul Hamid bin Ja’far, Ubaidillah bin Abi Ja’far,  ibnu Abi Dza’bin dan Musa bin Ubaidah, Atha’ bi Khlmid dan Jama’ah.
Muhammad bin ‘Amr bin Atha’ wafat di madinah pada masa kekhlmifahan al-Walid bin Yazid, sedangkan ibn Hibban berkata bahwa beliau itu wafat pada masa kekhlmifahan Hisyam. Namun untuk mengkompromikan keduanya, mungkin kedua pendapat tersebut benar yaitu bahwa Muhammad bin ‘Amr bin Atha’ wafat pada akhir masa kekhlmifahan Hisyam yang merupakan awal dari masa kekhlmifahan Walid bin Yazid. Ibnu Hibban menambahkan bahwa beliau itu berusia 83 tahun namun pendapat yang lain menyatakan bahwa beliau wafat pada usia 90 tahun.
Adapun komentar ulama mengenai kepribadian beliau adalah sebagai berikut :
Abu Musa dan AN-Nas’I berkata bahwa beliau itu Tsiqah (terpercaya). Abu Khatim berkata “Dia itu terpercaya lagi bagus hadisnya”. Abu al-Hasan bin al-Qathan al-Fasy berkata bahwa beliau itu jujur, akan tetapi dalam suatu riwayat, yahya telah mendhaifkan Muhammad bin ‘Amr bin Atha’ namun dalam riwayat yang lain pula beliau (Yahya) juga telah men-tsiqah-kannya. [1]\
[1] Ibnu Hajar al-Asqalany, Tahzibu at-Tahzib, Juz ke 9, (Beirut: Dar Shadir, 1326 H) Hlm. 373.