Faktor Pendorong ulama Meneliti Hadis


Ada beberapa faktor yang yang mendorong para ulama dalam melakukan penelitian hadis, diantaranya adalah:

1. Hadis sebagai sumber ajaran islam, sebagaimana yang telah dijelaskan pada Bab pertama di atas.

2. Tidaklah seluruh hadis tertulis pada zaman Nabi. Rasulullah pernah melarang para sahabat untuk menulis hadis bahkan pernah memerintahkan para sahabat agar semua tulisan hadis dihapus selain tulisan al-Quran karena khawatir terjadi percampuran antara hadis dan al-Quran itu sendiri, namun dilain waktu Nabi juga pernah memerintahkan para sahabat untuk menulis hadis beliau.[1]

3. Kebijakan Nabi tersebut menimbulkan perbadaan pendapat dikalangan para Ulama tentang boleh atau tidaknya penulisan hadis. Pada zaman Nabi telah terjadi pneulisan hadis seperti hlmnya surat-surat Rasulullah tentang ajakan terhadap para penguasa dan pejabat untuk memeluk agama Islam, namun ini sangat sedikit dan penulisan hadis itupun hanya sesuai keinginan/dorongan pribadi sahabat, sedangkan mereka suliit untuk terus mengikuti nabi untuk menuliskan semua hadis yang berasal dari beliau apalagi khususnya hadis Nabi yang berlangsung antara satu-dua sahabat saja. Dengan demikian maka hadis yang berkemabang pada zaman Nabi itu lebih banyak berlangsung secara lisan atau hafalan daripada secara tertulis.[2]

4. Telah timbul berbagai pemalsuanhadisHadis Nabi yang belum terhimpun dalam satu kitab khusus dan kedudukan hadis sebagai sumber ajaran islam yang sangat penting telah dimanfaatkan secara tidak betanggung jawab oleh orang-orang tertentu. Mereka melakukan pemalsuan hadis dengan berbagai motif, baik dalam hlm keagamaan maupun keduniaan seperti politik dan kepentingan keduniaan yang lainnya yang dilakukan oleh para munafik.[3]

5. Proses penghimpunan hadis yang butuh waktu lamaDalam sejarah, penghimpunan hadis secara missal baru terjadi atas perintah Khlmifah Umar bin Abdul Aziz (wafat 101 H/720 M). dikatakan resmi dan massal karena upaya penghimpunan hadus tersebut merupakan perintah dari kepala Negara kepada seluruh Ulama dan Ahli hadis pada zaman itu. Namun keinginan Khlmifah Umar bin Abdul Aziz tersebut sempat diurungkan (ditunda) karena beliau khawatir jika nanti umat islam lebih cendrung  terhadap hadis dan mengabaikan al-Quran.[4]

6. Jumlah kitab hadis yang banyak dan metode yang penyusunan yang beragam.

7. Telah terjadi periwayatan hadis secara maknaPada umumnya para sahabat membolehkan meriwayatkan hadis secara makna namu sebagian yang lainnya ada juga yang melarangnya. Sahabat yang membolehlannya adalalah misalnya Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Abbas, Anas bin Malik, Abu Darda, Abu Hurairah, dan Aisyah istri Rasulullah saw. Dan sahabat yang tidak membolehkan adalah  misalnya Umar bin al-Khattab, Abdullah bin Umar bin al-Khattab dan Zaid bin Arqam. [5]

Jika ditinjau kembali keempat faktor diatas menjadikan penelitian sangat penting . melihat jarak antara zaman Nabi dan Zaman penghimpunan Hadis secara resmi dan missal melewati jarak waktu yang cukup panjang sehingga sangat memungkinkan terjaadinya pemalsuan hadis. Mengingat pada zaman nabi tidak semua hadis dituliskan dan lebih banyak periwayatannya secara lisan daripaada tulisan. Disamping itu dimungkinkan juga periwayatan hadis secara lafal dan secara makna yang hlm itu mengakibatkan terjadinya keseragaman susunan redaksi hadis.

[1] Prof. DR. H.H. Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis, (Jakarta: Bulan Bintang, 1988), Hlm. 104.
[2] Ibid,  hlm. 105.
[3]  Ibid, hlm. 108.
[4]  Ibid, hlm. 115.
[5] Prof. DR. H.H. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, (Jakarta: Bulan Bintang, 2007), Hlm. 20.
Artikel Terkait

0 komentar:

Posting Komentar