Sejarah Nabi Muhammad SAW

1. Situasi Mekah menjelang Kelahiran Nabi Muhammad SAW
    Menjelang Kelahiran Nabi Muhammad SAW situasi masyarakat Mekah dan sekitarnya pada saat itu sedang mengalami zaman kegelapan. Masyarakat Mekah kehilangan kendali, tidak ada panutan yang dapat menuntun kearah kebaikan, adanya hanyalah kehidupan jahiliah.
    Perilaku masyarakat senantiasa bertentangan dengan nilai-nilai kebaikan. Tidak ada yang menyembah Allah. Masa itu dikenal dengan zaman jahiliah, yakni zaman kebodohan atau kegelapan terhadap kebenaran. Tatanan sosial dan akhlak tidak berjalan semestinya, yang ada hanyalah kehidupan rimba, yang kuat senantiasa menindas yang lemah, kaum wanita menjadi sasaran tindak kejahatan, dan masih banyak lagi pelanggaran-pelanggaran yang terjadi pada masa itu.
    Dalam situasi masyarakat semacam itulah Nabi Muhammad SAW dilahirkan dan pada saatnya akan menjadi pemimpin umat yang mampu membawa peradaban manusia kearah kehidupan yang lebih baik dan bermartabat.
    Nabi Muhammad SAW adalah keturunan bangsawan Quraisy, ayahnya bernama Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Qusai bin Kilab Murrah dari golongan Arab Bani Ismail.Ibunya bernama Aminah binti Wahab bin Abdul Manaf bin Kilab bin Murrah. Dilihat dari silsilah keturunan, antara ayah dan ibu Nabi Muhammad SAW keduanya berasal dari keturunan bangsawan dari Kabilah Arab.
    Nabi Muhammad SAW dilahirkan dalam keadaan yatim, ayahnya yang bernama Abdullah meninggal di kala Nabi Muhammad SAW lahir pada tanggal 12 Rabiul awal tahun gajah atau tanggal 20 April 571 M.
    Disebut tahun gajah karena pada saat kelahiran Nabi Muhammad bersamaan dengan peristiwa pemberontakan yang dipimpin oleh Abrahah dengan segenap pasukannya dengan tujuan untuk menghancurkan Kakbah.Pada saat itu Abrahah mengendarai gajah. Sehingga tahun tersebut lebih dikenal dengan sebutan tahun gajah. Namun Allah menghadangnya dengan mengirim pasukan burung ababil untuk menghancurkan pasukan Abrahah sehingga penyerangan Kakbah mengalami kegagalan, kondisi Kakbah tidak mengalami kerusakan, (cerita selengkapnya baca kutipan Surah Al-Fil).
2. Masa Pengasuhan Halimah Sa'diyah
    Sudah menjadi kebiasaan bangsawan Arab yang berada di Kota Mekah pada saat itu, setelah anaknya lahir disusukan dan dititipkan kepada pengasuh yang tidak jauh dari kota Mekah, yakni di dusun yang jauh dari kebisingan kota dan memiliki kebiasaan bertutur bahasa yang fasih dan baik, begitu juga Nabi Muhammad SAW pada saat itu juga diserahkan pengasuhnya kepada orang lain yang bernama Halimah Sa'diyah dari Bani Saad kabilah Hawazin, tempat tinggalnya tidak jauh dari kota Mekah. Di perkampungan Bani Saad inilah Nabi Muhammad SAW diasuh dan dibesarkan sampai berusia lima tahun.
    Selama dalam pengasuhan Halimah Sa'diyah Nabi Muhammad SAW mengalami pertumbuhan yang sangat bagus. Pada usia lima bulan Nabi Muhammad sudah bisa berjalan, pada usia sembilan bulan sudah pandai berbicara dan pada saat berusia dua tahun Nabi Muhammad SAW sudah bisa mengikuti anak-anak Halimah Sa'diyah untuk mengembala kambing.
    Setelah lima tahun diasuh oleh Halimah Sa'diyah, Nabi Muhammad SAW diserahkan kembali kepada ibunya yang tinggal di Mekah. setahun kemudian, kira-kira umur enam tahun Nabi Muhammad SAW dibawa ibunya ke Madinah bersama-sama dengan Ummu Aiman (hamba sahaya) dengan maksud untuk menunjukan makam ayahnya yang telah meninggal sebelum Nabi Muhammad SAW dilahirkan. Tinggal di Madinah kira-kira satu bulan, kemudian kembali lagi ke Mekah.
3. Masa Pengasuhan Abdul Muthalib dan Abu Thalib
    Di tengah perjalanan pulang dari Madinah ibu Nabi Muhammad SAW jatuh sakit, dan akhirnya meninggal sebelum sampai Mekah. Jasad beliau dimakamkan di Desa Abawa' yang terletak antara Madinah dan Mekah kurang lebih 23 mil di sebelah selatan Madinah.
    Sejak itulah Nabi Muhammad SAW diasuh saudara-saudaranya, yaitu Abdul Muthalib dan Abu Thalib, beliau adalah kakek dan pamannya.
    Abdul Muthalib adalah pemuka Quraisy yang sangat disegani. Dalam pengasuhannya Nabi Muhammad SAW mendapat kasih sayang yang cukup karena kakeknya sangat memperhatikan dan menyayanginya. Namun situasi semacam itu tidak berjalan lama, karena dua tahun kemudian Abdul Muthalib meninggal dunia pada usia 82 tahun. Sepeninggal Abdul Muthalib, Nabi Muhammad SAW diasuh pamannya yang bernama Abu Thalib, waktu itu Nabi Muhammad SAW berusia 8 tahun.
4. Pernikahan dengan Siti Khadijah
    Sejak usia anak anak hingga dewasa Nabi Muhammad memiliki kepribadian yang sangat terpuji. Beliau terkenal cerdas, jujur, berbudi luhur dan mempunyai perilaku yang sangat santun, terpuji dan tekun dalam bekerja. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya beliau senantiasa berusaha sendiri dengan bekerja. Beliau adalah pekerja keras,ulet dan tekun. Memasuki usia 25 tahun beliau bekerja di tempat Siti Khadijah untuk membantu berdagang. Siti Khadijah adalah pedagang yang sangat kaya. Sejak awal Siti Khadijah sangat mengagumi Nabi Muhammad, karena kejujuran dan kepribadiannya, karena itulah Siti Khadijah berminat untuk menjadikannya suami.
    Siti Khadijah saat itu berstatus janda 40 tahun. Ringkas cerita Siti Khadijah melamar Nabi Muhammad SAW dan lamaran diterima, jadilah beliau berdua sebagai suami istri dan dikaruniai 6 orang anak, yaitu: Al-Qasim, Abdullah, Zaenab, Ruqayah, Ummu Kalsum, dan Fatimah. Al-Qasim dan Abdullah meninggal semasa kecil.
    Kehidupan rumah tangga Nabi Muhammad SAW diliputi kebahagiaan. Kehidupan keluarga Nabi Muhammad menerapkan prinsip hidup sederhana, suka menolong dan membantu orang lain, sehingga masyarakat sekitarnya sangat menghormati dan meneladani keluarga Nabi Muhammad SAW.
5. Nabi Muhammad SAW menjadi Rasul
    Memasuki usia 40 tahun, Nabi Muhammad SAW sering berkhalwat (berdiam diri dengan merenungkan segala sesuatu dan memohon petunjuk kepasa Allah), hal tersebut dilakukan seiring dengan berbagai masalah yang dihadapi, terutama berkaitan dengan situasi masyarakat Mekah pada saat itu.
    Dalam berkhalwat Nabi Muhammad SAW lebih sering memilih tempat yang jauh dari keramaian, dengan harapan lebih tenang dan dapat berpikir secara jernih dan lebih khusyuk dalam berzikir kepada Allah. Salah satu tempat yang digunakan untuk berkhalwat adalah di Gua Hira', di tempat inilah Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertama kali dari Allah. Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 17 Ramadan bertepatan dengan tanggal 6 Agustus tahun 610 M.
    Dalam catatan sejarah diterangkan bahwa ketika Nabi Muhammad sedang berkhalwat di Gua Hira', beliau didatangi Malaikat Jibril dengan membahwa wahyu dari Allah dan menyuruh Nabi Muhammad SAW untuk membacanya. Malaikat berkata "Bacalah". Kemudian beliau menjawab, "Aku tidak dapat membaca", hal tersebut diulang-ulang sampai tiga kali. Nabi Muhammad tetap menjawab, "Aku tidak dapat membaca". Dan akhirnya Nabi bertanya, "Apa yang kubaca?" Selanjutnya Malaikat Jibril membacakan wahyu Allah tersebut, sebagaimana kutipan ayat tersebut:
Surah Al-Alaq ayat 1-5
Artinya:
 "Bacalah dengan menyebut Tuhanmu, Yang menciptakan. Yang menjadikan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu teramat Mulia. Yang mengajarkan dengan pena (tulis baca). Mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya." (Q.S.Al-Alaq: 1-5)
    Setelah Malaikat Jibril membacakan ayat tersebut, lalu Nabi Muhammad SAW menirukannya, sesaat kemudian Malaikat Jibril meninggalkan Nabi Muhammad SAW. Dengan diterima wahyu Allah tersebut resmilah Muhammad ditetapkan oleh Allah sebagai rasul yang bertugas untuk menyampaikan risalah kepada umatnya.
    Pada saat menerima wahyu yang pertama tersebut usia Nabi Muhammad SAW 40 tahun 6 bulan 8 hari (menurut perhitungan tahun Masehi), atau 39 tahun 3 bulan 8 hari (menurut perhitungan tahun Hijriah). Setelah menerima wahyu dari Allah, Nabi Muhammad SAW berburu-buru pulang meninggalkan Gua Hira' dalam keadaan gemetar, sehingga meminta istrinya untuk menyelimuti badannya.
Artikel Terkait

0 komentar:

Posting Komentar